Bayangkan sebuah jalan baru yang seharusnya tahan lima tahun, tapi belum genap setahun sudah berlubang di mana-mana. Atau puskesmas yang dibangun dengan anggaran miliaran, tapi belum pernah dipakai karena masalah konstruksi. Ini bukan sekadar cerita fiksi, melainkan potret nyata dari dampak korupsi pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah. Fakta mengejutkan terungkap: sektor PBJ disebut-sebut sebagai salah satu yang paling rentan korupsi. Bagaimana tidak, setiap tahunnya triliunan rupiah uang rakyat dikucurkan untuk proyek-proyek pemerintah. Yang membuat miris, diperkirakan 25-30% dari anggaran tersebut hilang akibat praktik korupsi.

Dengan gencarnya digitalisasi, pemerintah meluncurkan sistem pengadaan elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Sayangnya, sistem canggih ini ternyata tidak sepenuhnya immune dari praktik korupsi.

“Masalah utama bukan pada sistemnya, tapi pada oknum-oknum yang bermain. Kolusi antara pejabat politik dan birokrat masih menjadi momok,” ungkap pengamat kebijakan publik. Modusnya beragam, mulai dari mark-up anggaran sejak tahap perencanaan, manipulasi spesifikasi teknis, hingga serah terima pekerjaan yang dipaksakan meski proyek belum selesai sempurna.

Titik Rawan Korupsi di Setiap Tahapan

Berikut titik-titik kritis kerentanan korupsi dalam PBJ:

  1. Anggaran digelembungkan melalui mark-up HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dan penyusunan KAK (Kerangka Acuan Kerja) yang tidak realistis.
  2. Tahap Pemilihan Penyedia Spesifikasi teknis dibuat sedemikian rupa sehingga hanya menguntungkan vendor tertentu. Ini yang sering disebut ‘teknis didesain, harga disesuaikan’.
  3. Tahap Pelaksanaan Penggunaan tenaga ahli fiktif, pengurangan spesifikasi material, hingga pungutan liar masih kerap terjadi.
  4. Tahap Serah Terima : Pemeriksaan asal-asalan dan pencairan dana 100% meski pekerjaan belum rampung sempurna.

Regulasi Terbaru dan Upaya Perbaikan

Pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem melalui regulasi terbaru. Perpres No. 12 Tahun 2021 menjadi landasan hukum terkini yang menekankan percepatan proses, pemanfaatan produk dalam negeri, dan penguatan pengawasan.

LKPP juga telah menerbitkan Surat Edaran No. 5 dan 8 Tahun 2024 yang secara spesifik membahas pencegahan korupsi di tahap perencanaan dan pelaksanaan kontrak.

Masyarakat Bisa Jadi Garda Terdepan Pengawasan

Yang menggembirakan, kini masyarakat bisa turut serta dalam pengawasan melalui platform seperti Opentender.net. Situs ini menyediakan akses terhadap data tender pemerintah, riwayat penyedia barang/jasa, hingga analisis risiko korupsi.

“Masyarakat tidak perlu lagi hanya jadi penonton. Dengan data yang tersedia, siapapun bisa menjadi watchdog yang efektif,” terang koordinator sebuah lembaga pengawas PBJ.

Berdasarkan Peraturan Komisi Informasi Pusat No. 1 Tahun 2021, 39 jenis dokumen PBJ wajib dibuka untuk publik. Meski dalam praktiknya masih terkendala, hal ini menjadi terobosan penting menuju transparansi.

Langkah Strategis Ke Depan

Rekomendasikan beberapa langkah mendesak:

  1. Integrasi sistem PBJ elektronik dengan database keuangan dan perpajakan
  2. Sanksi tegas dan konsisten bagi pelaku korupsi
  3. Penguatan pengawasan internal dan eksternal
  4. Edukasi terus-menerus bagi aparatur pemerintah
  5. Optimalisasi peran masyarakat dalam pengawasan

Perjalanan memberantas korupsi PBJ masih panjang. Namun dengan komitmen bersama antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, harapan untuk memiliki sistem pengadaan yang bersih dan akuntabel bukanlah impian belaka.

Yang pasti, setiap rupiah yang bisa diselamatkan dari praktik korupsi akan langsung berdampak pada kualitas pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Sudah siap menjadi bagian dari solusi?

Penulis : andYsaliwu_Orang biasa yang menjunjung tinggi ke bhinekaan